PDF| On Dec 6, 2018, Yusliadi Yusliadi published HAKIKAT ILMU DALA M PERSPEKTIF AL-GHAZALI | Find, read and cite all the research you need on ResearchGate Dikutipdalam sebuah buku berjudul Al-Munkidz Min Adh-Dhalal (penyelamat dari kesesatan) ditulis oleh Imam Abu Hamid Al-Ghazali, meninggal tahun 505 hijrah bertepatan dengan 1111 masehi. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ. Ketika itu Al-Ghazali mencapai puncak popularitasnya, ditandai dengan pengikutnya saat ceramah di Baghdad hingga mencapai 70.000 jamaah yang hadir. HAKIKATKEMATIAN MENURUT IMAM AL-GHAZALI Dalam kitab Dzikr Al-Maut, Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengungkapkan, "Ketahuilah bahwa manusia memendam gagasan yang lancang dan keluru tentang hakikat Kematianmerupakan fenomena yang tidak terelakkan bagi semua makhluk, termasuk manusia. 43 Tahapan untuk Mengenali Hakikat Diri dan Tuhan. Tentunya, tujuan hidup yang sejati adalah meraih ridha Allah SWT. Petuah-petuah Imam al-Ghazali di dalam buku ini dapat menjadi pengingat bagi orang-orang dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. AlGhazali adalah seorang filosof dan sufi dalam dunia islam. Dikenal sebagai seorang pemikir Islam yang produktif. Al-Ghazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, dilahirkan pada tahun 450 H/ 1058 M di Ghazaleh, kota kecil di Thus (daerah khurasan) Iran, atau Meshed. HakikatCinta dan Klasifikasinya Menurut Imam Al-Ghazali, yang perlu dipahami sebelum membahas hakikat cinta adalah pengetahuan dan penemuan Si Pencinta. Menurutnya, cinta tidak akan tergambar, atau minimal tidak akan ada dalam sosok seseorang jika ia tidak mengetahui pada sosok yang ingin dicinta. Paraulama, teolog, filsuf, agamawan, sufi, dan para intelektual hampir semuanya berselisih pendapat dan pandangan tentang agama, alam, manusia, mazhab, bahkan tentang tuhan ada dan tidak. Namun, ketika memasuki prihal kematian semuanya setuju, bahwa setiap makhluk yang hidup pasti akan mati. Kematian tak mengenal waktu, kapan pun, di manapun. J9Ly. loading...Mengingat kematian akan menimbulkan rasa tidak suka terhadap dunia yang sarat dengan tipu daya, dan mendorong seseorang untuk mempersiapkan diri untuk kehidupan Akhirat. Foto/Ist Kematian adalah sesuatu yang pasti dan semua makhluk akan mengalaminya, tidak terkecuali manusia. Dalam Buku "Di balik Tabir Kematian" karya Imam Al-Ghazali disebutkan beberapa keutamaan mengingat kematian dalam setiap Islam, Imam Al-Ghozali wafat Tahun 505 Hijriyah atau 1111 M menukil beberapa pesan Nabi Muhammad sholallahu 'alaihi wasallam dalam Hadis. Beliau bersabdaأكثروا من ذكر هاذم اللذاتArtinya "Sering-seringlah mengingat sesuatu yang merusak kelezatan-kelezatan." HR At-TirmidziMaksudnya, rusaklah kenikmatan-kenikmatan dengan cara mengingat kematian, sehingga terhentilah kecenderungan kalian kepadanya, lalu kalian fokus menghadap Allah Ta' SAW juga bersabdaلو تعلمو البهائم من الموت ما يعلم ابن ادم ما أكلتم منها سميناArtinya "Seandainya binatang-binatang ternak tahu seperti yang diketahui oleh anak cucu Adam tentang maut, niscaya kalian tidak akan tega memakan yang sangat gemuk daripadanya." HR Al-BaihaqiSayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha bertanya "Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang akan dikumpulkan bersama para syuhada?" Beliau bersabda "Ya, ada. Yaitu orang yang ingat mati sebanyak dua puluh kali sehari semalam."Alasan keutamaannya adalah, karena mengingat kematian otomatis akan menimbulkan rasa tidak suka terhadap dunia yang sarat dengan tipu daya, dan mendorong seseorang untuk mempersiapkan diri untuk kehidupan Akhirat. Sebaliknya, lalai dari mengingat kematian akan mendorongnya untuk tenggelam dalam kesenangan duniawi. Rasulullah SAW bersabdaتحفة المؤمنين الموتArtinya "Kematian adalah hadiah yang sangat berharga bagi orang yang beriman." HR Ibnu Abu Dun-ya dan ath-ThabraniBeliau bersabda seperti itu karena dunia memang penjara bagi orang yang beriman. Di dalam dunia, ia selalu berada dalam kesulitan karena harus mengalami kerasnya siksaan batin, melatih diri untuk menaklukkan keinginan-keinginan nafsunya, dan melawan setan. Kematian akan membebaskannya dari siksaan tersebut. Jadi, baginya itu jelas merupakan hadiah yang sangat SAW juga berpesan yang artinya "Kematian adalah kaffarat tebusan bagi setiap muslim."Menurut Nabi, seorang muslim sejati dan seorang mukmin yang hakiki adalah yang tidak menyakiti kaum muslimin dengan lisan maupun dengan tangannya. Hal itu terwujud dalam akhlak orang-orang mukmin yang belum tercemari oleh kemaksiatan-kemaksiatan, kecuali sebatas dosa-dosa paling kecil dan remeh. Kematian akan membersihkannya dari dosa-dosa seperti itu. Kematian juga menjadi tebusan baginya jika ia menjauhi dosa-dosa besar dan mengerjakan amalan-amalan yang diwajibkan oleh syariat. Baca Juga Wallahu A'lam rhs Ilustrasi fungsi hati dan akal menurut Imam Al Ghazali. Foto adalah mahkluk yang memiliki derajat tinggi dibandingkan makhluk lain. Hal tersebut karena manusia memiliki pikiran dan budi pekerti dalam akal dan hatinya. Akan tetapi banyak manusia yang kesulitan dalam memahami makna keduanya. Akibatnya adalah manusia akan lebih condong dalam salah satu sisi. Padahal sejak dahulu para ulama sudah menjelaskan hubungan antara hati dan akal, misalnya Imam Al Ghazali. Berikut hakikat hubungan antara hati dan akal menurut Imam Al Imam Al GhazaliM. Kamalul Fikri, dalam bukunya berjudul Imam Al-Ghazali 202213, Al-Ghazali atau Algazel merupakan sebutan populer untuk Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at-Thusy. la kemudian juga dikenal dengan nama kunyah Abu Hamid yang berarti bapak Hamid. Namun demikian, kunyah tersebut tidak pasti berarti bahwa Al-Ghazali memiliki anak laki-laki yang diberi nama Hamid. Data yang ditemukan menunjukkan bahwa hanya putri-putri Al-Ghazali yang hidup sampai ia meninggal. Selain itu, Al-Ghazali juga memiliki beberapa nama julukan, yakni Al-Imam, Hujjatul Islam, Zainul 'Abidin, A'jubah az-Zaman, dan Al Ghazali lahir pada 450/1058, yakni sekitar empat setengah abad setelah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, dan sekitar tiga puluh tahun setelah Dinasti Seljuk menduduki Baghdad. Abu Hamid lahir di Kota Thus, Provinsi Khurasan, Persia Iran, sebuah kota miskin yang disebabkan kekeringan panjang sehingga penduduknya pun mengalami kelaparan selama beberapa tahun. Al-Ghazali diketahui dimakamkan Tabiran, Qasabah, Hati dan Akal Menurut Imam Al GhazaliHati berasal dari bahasa Arab qal-bun yang artinya jantung. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, jantung adalah bagian tubuh yang menjadi pusat peredaran darah letaknya di dalam rongga dada sebelah atas.Definisi hati menurut Imam Al-Ghazali memiliki dua definisi, yakniDefinisi hati pertama sebagai hati fisik yaitu daging yang berbentuk seperti buah shanaubar bentuk bundar memanjang yang terletak di bahagian kiri dada yang mana di dalamnya terdapat rongga-rongga yang menyalurkan darah hitam dan berperanan sebagai sumber nyawa manusia. Definsi hati yang pertama ini wujud pada hewan dan juga pada manusia yang telah hati kedua ditakrifkan hati sebagai hati spiritual yaitu sesuatu yang bersifat halus lathifah dan bersifat ketuhanan rabbaniyyah. Hati dalam definisi kedua ini menggambarkan hakikat diri manusia yang mana hati berfungsi untuk merasai, mengenali dan mengetahui sesuatu perkara atau ilmu. Menurut beliau, hati fisik sangat berkait dengan hati spiritual. Namun, beliau tidak mengulas panjang berkenaan hubungan hati fisik dengan hati spiritual kerana itu termasuk di bawah ilmu akal berasal dari bahasa Arab al-aql yang bersumber dari kata kerja ain, qaf, dan lam yang artinya meningkat dan menawan. Kata al-aql juga sama dengan al-idrak kesadaran, dan al-fikr pikiran, al-hijr penahan, al-imsak penahanan, al-ribat ikatan, al-man’u pencegah, dan al-nahyu larangan.Menurut Imam Al Ghazali, akal merupakan salah satu substansi imaterial yang menunjuk esensi manusia. Akal adalah sesuatu yang halus yang merupakan hakikat manusia, sama dengan al-qalb, al-nafs, dan al-ruh, yang berbeda hanya namanya saja, bahkan akal adalah entitas jiwa yang terlibat dengan inteligensia yang dalam hal ini ia bisa juga disebut dengan intelek’.Ilustrasi hati dan akal berdasarkan wahyu Allah SWT. Foto Hati dan Akal Menurut Imam Al GhazaliImam Al Ghazali menyebutkan hati sebagai akal berlandaskan Al-Quran dan hadits. Sebagaimana firman Allahلَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَاArtinya, “Mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami” QS. Al-HajjL 46Akal maupun hati adalah satu entitas yang sama namun kedua istilah ini mempunyai karakteristik yang membedakan satu sama lain. Hati juga menerima kebenaran namun dalam urusan spiritual, sedangkan akal terbatas dalam urusan inteligensia. Ketika akal hanya berurusan dalam persoalan rasional-empiris, hati lebih menekankan pada sisi rasional-emosional-spiritual untuk memahami fenomena alam dan ayat-ayat Allah. Perbedaan kemampuan ini sejatinya untuk menggapai dua dimensi alam yang berbeda, yaitu alam indra alam syahadah dan alam supernatural alam malakut atau alam ghaib.Selanjutnya, kemampuan hati dalam menjangkau alam metafisik selalu didukung oleh pengetahuan akal, namun pengetahuan ini tidaklah cukup menghindarkan hati dari kesalahan kecuali dengan menerima pengetahuan agama melalui ajaran para nabi. Adanya pengetahuan dari wahyu ini selanjutnya memberi konsekuensi pada hati untuk melaksanakan ajaran yang ada di dalam wahyu. Di sinilah peran hati, yaitu dia juga berakal dan mampu berpikir untuk membenarkan adanya tanzil wahyu. Sebab itu, orang yang tidak yang tidak menerima wahyu Allah, berarti hatinya tidak berakal qulubun la ya’qilun atau buta mata hatinya terhadaprealitas ayat-ayat Allah ta’ma al-qulub.Kelebihan hati atas akal adalah bahwa hati mampu melihat segala hakikat kebenaran. Akal hanya bisa menangkap pengetahuan secara terbatas, yaitu pengetahuan yang hanya bersifat rasional dan empiris melalui indra dan daya nalar, sedangkan hati mampu menangkap kebenaran pengetahuan secara tidak terbatas. Kemampuan yang tidak terbatas itu diperoleh dengan dzauq atau intuisi. Dengan dzauq ini hati dapat memperoleh ilm mukasyafah yang tidak bisa dilalui lewat akal. Namun kemampuan hati ini sering dihalangi oleh kotoran yang mengendap di hati, sehingga menghalanginya untuk menangkap realitas dasarnya, hati dan akal harus saling melengkapi satu sama lain, bukan untuk memenangkan salah satunya. Seseorang yang menggunakan hati dan akalnya dengan baik akan berperliaku dengan baik. Terlebih lagi jika mengikuti Al-Quran dan hadits terbebas dari kebutaan akan kebenaran.MZM Manusia pada umumnya tidak suka, bahkan sangat takut pada kematian. Bagi sebagian orang, kematian sangat menakutkan. Mereka membayangkan kematian sebagai peristiwa yang amat tragis dan mengerikan. Dalam buku Mizan Al 'Amal, Imam Ghazali menjelaskan beberapa alasan mengapa manusia takut terhadap kematian. Pertama, karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama lagi. Kedua, ia tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai, termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah. Ketiga, karena ia tidak tahu keadaan mati nanti seperti apa. Keempat, karena ia takut pada dosa-dosa yang selama ini ia lakukan. Alhasil, manusia takut karena ia tidak pernah ingat kematian dan tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kehadirannya. Manusia, kata Ghazali, biasanya ingat kematian hanya kalau tiba-tiba ada jenazah lewat di depannya. Seketika itu, ia membaca istirja' ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'' Namun, istirja' yang dibaca itu hanyalah di mulut saja, karena ia tidak secara benar-benar ingin kembali kepada Allah dengan ibadah dan amal saleh. Jadi, kalau demikian, agar tidak alergi dan fobia dengan kematian, manusia, menurut Ghazali, harus sering-sering ingat kematian sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah olehmu mengingat kematian, si penghancur segala kesenangan duniawi.'' HR Ahmad. Menurut Ghazali, ingat kematian akan menimbulkan berbagai kebaikan. Di antaranya, membuat manusia tidak ngoyo dalam mengejar pangkat dan kemewahan dunia. Ia bisa menjadi legawa qonaah dengan apa yang dicapainya sekarang, serta tidak akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi pribadinya. Kebaikan lain, manusia bisa lebih terdorong untuk bertobat alias berhenti dari dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Lalu, kebaikan berikutnya, manusia bisa lebih giat dalam beribadah dan beramal saleh sebagai bekal untuk kebaikannya di akhirat kelak. Dengan berbagai kebaikan ini, orang-orang tertentu seperti kaum sufi tidak takut dan tidak gentar menghadapi kematian. Mereka justru merindukannya, karena hanya lewat kematian mereka dapat menggapai kebahagiaan yang sebenar-benarnya, yaitu berjumpa dengan Allah dalam ridha dan perkenan-Nya. Inilah anugerah dan kabar gembira dari Allah kepada mereka. Firman-Nya, ''Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka seraya berkata, 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu'.'' QS Fushshilat 30. sumber Harian Republika